PKH

Kamis, 13 Januari 2011

Maaf, meninggalkan Posting lama

Setelah hampir tiga tahun saya tidak lagi menulis di blog ini, rasanya kangen juga untuk memberi informasi mengenai sejumlah hal yang berkaitan dengan kegiatan pribadi dan progress kehidupan personalku.
Kisah ini saya awali, dari pengalaman paling menyakitkan yang tidak pernah bisa saya lupakan. Kira2 bulan Oktober 2009, ada MONEV dari depsos pusat. Tanpa disangka, di akhir session tiba-tiba Bosku, Kadinsos mengeluarkan pernyataan yang sangat menyakitkan. Bahwasannya saya tidak menjalankan tugas dengan baik, saya jarang bertemu RTSM dan tidak mampu menjalankan fungsi sebagai koordinator kec. Mojosari. Semua kalimat itu tidak disadarkan pada data dan fakta. Ya...bukan membela diri, tapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa saya mengenal hampir ke 780 RTSM binaan saya karena satu-persatu dari mereka saya kunjungi ke rumahnya. Selain itu, teman saya Ivon telah mengundurkan diri karena tidak mampu berada di lapangan. Sementara Iwan, adalah orang baru di Kab. Mojokerto yang sama sekali tidak mengetahui medan. Dalam Jobdisnya, mestinya RTSM itu dibagi tiga, kemudian masing2 pendamping menangani tanggungjawabnya masing2. Akan tetapi di Kec. Mojosari tidak bisa dijalankan karena satu mengundurkan diri, sementara satunya tidak mau diberi tugas menangani secara mandiri karena alasan tidak mengenal medan, dan bukan orang lapangan (susah berkomunikasi dengan masyarakat). So....aku mengambil pilihan untuk mengurus semua RTSM secara berdua dengan mas Iwan.
Namun, teguran itu bagaikan petir di siang bolong, cacian Kadinsos membuat hati miris. Bagaimana seorang bos berbicara atas dasar like and dislike. Bilamana suka maka anak buah aman, kalo tidak suka apapun yang dikerjakan bernilai salah. Saya tidak meriply apa yang beliau tuduhkan. Saya memilih diam untuk keamanan teman saya satu team di PKH.
Tindakan P. Yudha ternyata tidak berakhir, satu persatu orang-orang vokal di PKH juga dipecat setelahku. Anda bisa membacanya di Internet atau info di media satu tahun yang lalu. Begitulah arogansi pimpinan yang menginginkan PKH di isi orang-orang tertentu yang bisa digunakan sebagai alat politik. Khoirul Muhtadin adalah salah satu korbannya. Koordinator kec. Puri ini pun mengalami nasib yang sama seperti diriku. Namun dia memilih melakukan perlawanan hingga pengadilan. Saya tak tahu lagi, bagaimana akhir perjuangannya. Yang jelas, konflik PKH itu telah membuat hubungan antara pendamping menjadi tidak nyaman, kaku dan penuh kecurigaan. Mereka terpecah antara menyuarakan kepentingan PKH atau berlindung mengamankan diri dari tekanan P. Yudha. Hubungan kekeluargaan kian memudar karena mereka saling mencurigai antar pendamping sebagai antek P. Yudha.
Aku memilih untuk diam, karena aku berfikir tidaklah sulit mencari pekerjaan lain yang lebih nyaman. Aku mendaftarkan diri di CPNS tahun 2009 dan diterima sebagai guru bahasa inggris. Sekarang aku telah dua tahun menjadi guru namun kenangan sebagai pendamping adalah kenangan indah yang tak mungkin bisa terlupakan. Bercengkrama dengan orang-orang kecil yang terabaikan, melayani mereka adalah kebahagiaan yang tak ternilai. Selamat tinggal PKH, mudah-mudahan program ini terus berjalan dan pendamping juga mendapat perlakuan yang lebih layak. Amiin.